HUBUNGAN INDUSTRIAL DI INDONESIA
Hubungan Industrial
Sebutan Hubungan Industrial berdasarkan Undang-undang yang berlaku:
UU RI No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh:
Bab II Asas, Sifat, dan Tujuan, Pasal 4 ayat (2) huruf b dan c:
SP/SB, Federasi, dan Konfederasi mempunyai fungsi sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Hubungan Industrial
Penjelasan Umum UU No. 21 Tahun 2000
Paragraf 2:
“… Dalam menggunakan hak tersebut, pekerja/buruh dituntut bertanggung jawab untuk menjamin kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan bangsa dan negara. Oleh karena itu, penggunaan hak tersebut dilaksanakan dalam kerangka hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan.”
Hubungan Industrial
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Paragraf 2
Definisi Hubungan Industrial
“Hubungan Industrial sebagai suatu sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku dalam produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
Hubungan Industrial
Penjelasan Umum UU No. 13 Tahun 2003, Paragraf 4
“pembinaan hubungan industrial sebagai bagian dari pembangunan ketenagakerjaan harus diarahkan untuk terus mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan.”
SARANA UTAMA PELAKSANAAN HI
Fungsi Tripartit dalam Pelaksanaan Hubungan Industrial(Pasal 102 Ayat (1), (2), (3) UU No. 13/2003)
Pemerintah menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan;
P/B dan SP/SB menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliannya seta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta kelauarganya;
Pengusaha dan organisasi pengusahanya menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan P/B secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan.
Praktek Hubungan Industrial
Lebih ditekankan pada tingkat perusahaan / tingkat industri.
Oleh karena itu sarana terpenting :
Serikat Pekerja/Serikat Buruh di tingkat perusahaan, dan
Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Hubungan Kerja dan Hubungan Industrial
Hubungan Industrial & Pengaturan Hak & Kewajiban
Kepentingan
Dalam hubungan industrial:
Common interest adalah pertumbuhan usaha yang berkesinambungan. Kedua pihak ingin pertumbuhan diteruskan dan ditingkatkan sehingga merupakan sumber kesejahteraan bersama;
Conflicting interest adalah pembagian hasil usaha yang adil dan memadai dari masing-masing pihak.
Pekerja : syarat-syarat kerja dan jaminan sosial yang lebih baik.
Management : pertumbuhan yang lebih besar dan investasi.
Kepentingan Dalam Hubungan Industrial di Tempat Kerja
Kepentingan Pengusaha:
• Pertumbuhan usaha yang berkesinambungan dalam persaingan global;
• Kemampuan membayar upah;
• Ketenangan usaha.
Kepentingan Pekerja / Serikat Pekerja:
• Kelangsungan pekerjaan;
• Upah dan jaminan sosial, termasuk untuk keluarganya;
• Kelayakan dan keadilan dalam pekerjaan dan pengupahan.
Hubungan Antara Kesejahteraan P/B Dengan Kelangsungan Usaha
P/K Rendah; U/K Tinggi = Charity
P/K Rendah; U/K Rendah = Harakiri
P/K Tinggi; U/K Rendah = Eksploitasi
P/K Tinggi; U/K Tinggi = Prosperity / Kemakmuran Bersama
P/K = Produktivitas / Kinerja
U/K = Upah / Kesejahteraan
Hubungan Industrial Dalam Praktek
Itikad dan niat baik dunia usaha tercermin dalam PK, PP, dan PKB yang biasanya memuat dasar-dasar/asas-asas hubungan kerja:
Adanya kepastian hukum;
Saling percaya dan konsistensi; Tidak menyalah-gunakan wewenang;
Keadilan dan pengharapan yang wajar;
Kebijaksanaan dan kepatutan;
Keseimbangan;
Persamaan hak;
Itikad baik;
Keterbukaan yang wajar & bertanggung jawab.
Situasi, Suasana dan Kondisi Yang Dikehendaki
Antara P/B, SP/SB dan Perusahaan secara bersama melaksanakan hak, kewajiban dan tanggung jawabnya dalam suasana saling menghormati, saling mempercayai dan saling bekerja sama;
Adanya kepastian hak dan kewajiban serta tercapainya pemenuhan secara timbal balik yang akan menjamin kelangsungan hidup Perusahaan dan kesejahteraan P/B;
Saling mempercayai sebagai landasan bagi penyelesaian setiap masalah yang berpotensi menjadi perselisihan hubungan industrial melalui dialog untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
Tujuan Pengaturan Hubungan Industrial
Tujuan Antara :
- Ketenangan Kerja
- Produktivitas
Tujuan Akhir :
- Kesejahteraan
Ketenangan Kerja
Kondisi dinamis dalam hubungan kerja yang mengandung unsur:
Hak & Kewajiban terlaksana
Perselisihan dapat diselesaikan secara internal
Mogok & lock-out tidak digunakan untuk memaksakan kehendak.
Pengaruh Konflik Hubungan Industrial Bagi Iklim Usaha
Kepercayaan (trust) merupakan sebuah ‘modal sosial’ (social capital) yang memungkinkan kegiatan sosial-ekonomi berjalan dengan baik.
Jika interaksi antara individu atau kelompok dalam suatu masyarakat diwarnai oleh konflik – atau potensi konflik – maka masyarakat tersebut dikatakan kekurangan modal sosial.
Salah satu contoh konflik – atau potensi konflik - yang sering terjadi dalam proses produksi dan jasa adalah yang dikenal dengan perselisihan hubungan industrial, baik secara individu pekerja maupun kelompok pekerja dengan perusahaan.
Pengaruh Konflik Hubungan Industrial Bagi Iklim Usaha
Wujudnya dalam bentuk demontrasi dan pemogokan, yang seringkali diwarnai dengan tindakan anarkis dan pelanggaran hukum, seperti :
pengrusakan asset perusahaan
Pemblokiran
Penyanderaan dll.
Dampaknya terhadap iklim usaha adalah risiko yang makin tinggi.
Efeknya adalah biaya yang makin meningkat, misalnya :
biaya untuk membayar petugas keamanan,
Asuransi
pesangon dll
Jika risiko usaha terlalu tinggi, maka pelaku usaha akan menghentikan kegiatan usaha.
Perubahan Paradigma Hubungan Industrial
Pada pertengahan tahun 1998 di Indonesia telah berhembus era reformasi yang ditandai dengan tumbangnya rezim Orde Baru yang membawa perubahan sangat cepat dan mendasar dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat;
Perubahan di bidang ketenagakerjaan ditandai dengan antara lain : Berubahnya mono trade union (Serikat Pekerja Tunggal – F SPSI) menjadi multi trade union (saat ini telah 84 Serikat Pekerja / Serikat Buruh terdaftar di Depnaker, dan beroperasi di Indonesia) berdasarkan UU No. 21/2000;
Ratifikasi 8 Konvensi ILO dasar (International Labour Organisation – Core Convention) oleh pemerintah Indonesia, terdiri atas 4 kelompok :
Kebebasan Berserikat (KILO 87 dan 98)
Diskriminasi (KILO 100 dan 111)
Kerja Paksa (KILO 29 dan 105)
Perlindungan Pekerja Anak (KILO 138 dan 182)
Perubahan Paradigma Hubungan Industrial
Perombakan hukum ketenagakerjaan Indonesia melalui UU No. 25 tahun 1997 yang ditunda masa berlakunya selama 4 tahun dengan UU No. 11 tahun 1998 dan perpanjangannya dengan Perpu No. 3 tahun 2000;
Pada akhir tahun 2002 DPR RI menyetujui UU Pencabutan UU 25/1997 dan digulirkannya 2 RUU pengganti, yang sekarang telah disahkan menjadi UU yaitu :
UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003, dan
UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial No. 2 Tahun 2004.
Perubahan Paradigma Hubungan Industrial
Mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dianut dalam UU PPHI, tidak lagi menggunakan model pemerantaraan – P4 Daerah dan P4 Pusat, melainkan model PENGADILAN Hubungan Industrial di tingkat Pengadilan Negeri dan langsung ke Mahkamah Agung. Dimana hakim-hakimnya terdiri seorang hakim karir dan dua orang hakim ad-hoc yang berasal dari unsur Serikat Pekerja / Serikat Buruh dan Pengusaha.
Pengadilan Hubungan Industrial
Merupakan pengadilan khusus di lingkungan peradilan umum;
Berwenang memeriksa dan mengadili:
di tingkat pertama mengenai perselisihan hak;
di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan;
di tingkat pertama mengenai perselisihan PHK;
di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar-SP/SB dalam 1 perusahaan.
Hukum acara yang berlaku adalah Hukum Acara Perdata dan yang diatur secara khusus di UU No. 2 Tahun 2004;
Majelis terdiri dari 1 orang hakim dan 2 orang hakim ad hoc yang berasal dari unsur pengusaha dan pekerja/buruh;
Organisasi pengusaha dan pekerja/buruh dapat beracara di PHI.
Permasalahan yang Berkembang dan Perlu Dicarikan Solusinya
Lahirnya banyak organisasi pekerja/buruh dan antisipasi terhadap kemungkinan lahirnya beberapa organisasi pengusaha;
Penentuan wakil-wakil mereka dalam lembaga-lembaga tripartit. Saat ini telah diatur dalam Kepmenakertrans No. 201/Men/2001 tentang Keterwakilan dalam Lembaga Tripartit;
Keberadaan unsur-unsur yang mewakili mereka masih dalam kondisi status quo;
Permasalahan yang Berkembang dan Perlu Dicarikan Solusinya
Perjanjian Kerja Bersama (PKB),
Konvensi No. 98 dan Konvensi No. 87 yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia.
UU No. 13/2003
Permasalahan dalam hal menetapkan SP / SB mana yang dapat mewakili dan berhak untuk berunding dengan pihak pengusaha dalam menyusun PKB, apabila di satu perusahaan ternyata terdapat lebih dari satu SP /SB, atau sebagian kecil saja dari pekerja yang menjadi anggota dsb.
Persiapan hakim-hakim Ad-Hoc yang memenuhi kualifikasi yang disyaratkan oleh UU No. 2/2004 tentang PPHI dari masing-masing unsur.
PENUTUP & KESIMPULAN
Sekarang tibalah zamannya untuk saling mendukung antara :
pekerja/buruh
Pengusaha
seluruh serikat pekerja/serikat buruh dalam menge-REM keterpurukan dan upaya membangkitkan kembali perekonomian di tanah air.
Prinsip partnership yang dilandasi :
Kejujuran
Ketulusan
Kesungguhan
Keteguhan, dan
Komitmen bersama pasti akan dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja, pengusaha dan masyarakat pada umumnya
Permasalahan-permasalahan yang ada di tingkat perusahaan hendaknya selalu dirundingkan bersama dengan musyawarah antara pekerja/buruh dan pengusaha di tingkat plant level.
Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) senantiasa menjadi pusat komitmen antara pekerja dan pengusaha dalam mengelola perusahaan
Untuk tingkat plant level mengupayakan pembentukan dan penguatan sistem BIPARTIT
model mekanisme komunikasi dua arah antara pekerja/buruh dengan pengusaha
dalam wujud lembaga bipartit.
kegiatan bipartit ini harus berjalan seimbang, terbuka dan selalu menghindari adanya kemungkinan campur tangan pihak ketiga dari luar perusahaan
Dewasa ini telah bergulir arus reformasi disegala bidang, dimana masalah ketenagakerjaan, khususnya hubungan industial juga dituntut untuk dibenahi menurut garis-garis yang benar secara hukum nasional, hukum internasional maupun budaya bangsa.
Hanya dengan “aturan main” yang benar dan jelas maka para pelaku hubungan industrial akan mampu berperan secara optimal dalam melaksanakan prinsip-prinsip Hukum Ketenagakerjaan.
Khususnya kepastian hukum, ini merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan bagi para investor/calon investor.
Sarana-sarana pelaksanaan HI telah merupakan bagian dari sistem hubungan industrial yang telah baku dan diakui oleh masyarakat industri sebagai hal yang sesuai dengan falsafah Indonesia.
Khususnya mekanisme BIPARTIT dan kelembagaan BIPARTIT di tingkat perusahaan.
Dengan demikian diharapkan akan melahirkan persamaan persepsi bagi para pihak yang terkait khususnya kalangan para pekerja dan pengusaha, sehingga dapat ikut meminimalkan gejolak akibat adanya konflik perselisihan hubungan industrial yang tidak diinginkan.
Kesiapan dan kematangan para pimpinan serikat pekerja/serikat buruh dalam mengelola konflik dalam upaya membangun dan mengatur organisasi pekerja /buruh yang modern dan dinamis, sehingga keberadaannya dapat dirasakan bermanfaat bagi pekerja/buruh khususnya, pengusaha dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Senin, 13 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar